image_750x_64d5dda16718b
Foto dokumentasi Abah Gus Nuril Arifin MBA

Ditulis oleh: KPG Nuril Arifin WFH MBA*

Barangkali ini budaya yang sudah mengakar dan mendarah daging. Anehnya hanya berkembangan di kalangan santri NU. 

Yaitu,….

Sistem dan methodologi penularan ilmu dengan cara menjaga sanatnya. Salsul, atau sumber ilmu itu berasal.

“Kalau cuma teori agama, sekalipun  teori tasawuf, itu bisa diperoleh dari buku- buku. Dari google atau manuskrip kuno yang disimpan di perpustakaan dan beberapa tokoh. Tetapi sanad ke ilmunya gak nyambung. 

Jadi,… Yang mahal itu sanadnya”.

Ujar Gus Memed *Sang Selebritis Langit*. Yang sore itu mbeneri sambang pondok pesantren Abdurrahman Wahid Soko Tunggal.

Pondok yang mengambil nama GD ( Gus Dur).

Nama itu atas permintaan Presiden RI ke-4  ini, beralamat di  jalan Sodong Utara 5 no. 18 Rawamangun, Jakarta Timur.

Bintang film dan *masternya guyon* yang ternyata seorang *Wali Waidi* kelas tinggi ini, memang hobi silaturrahmi ke kyai-kyai, setelah njomblo bertahun-tahun.

Htung-jitung menyempurnakan sanat, dan nyambungin ilmu biar berkah. Sanat ilmu itu yang mahal. 

Karena,……

menentukan kemurnian ilmu itu berasal. Sal-sul ilmunya, dan dari mana, jalurnya sudah benar atau belum.

Saya pikir Allah juga sudah menganjurkan hal ini  lewat WahyuNya kepada Nabi:

*Waktasimu bihablillahi jami’a Walla tafaroqu* 

Artinya , 

Berpegang-peganglah engkau dengan tali- tali Allah, dan jangan berpecah-belah. Tambah Gus Memed mulai *nDalil*.

Karena perpecahan itu melemahkan golongan atau jamaah. Dari kacamata Syiasah atau Politik, perpecahan yang hingga melahirkan furqoh dan berfir- qoh-firqoh itu, bisa digolongkan kekafiran. 

Minimal, akan saling mengkhianati.

Maka,….para kyai NU faham benar tentang hal ini. Sehingga proses keilmuan dan transformasinya dari kyai ke murid, lebih menekankan hubungan bathin dan kejujuran sanad ini.

Jadi,….wajar jika warga NU ( Nahdlotul Ulama ) yang *notabene* anak cucu WaliSongo itu, gemar silaturahmi dengan kyainya.

Seperti sore kemarin; rombongan  Muslimat, Fatayat dan Banser serta IPNU-nya datang ke pondok, bersamaan dengan kedatangan *Wali Waidi* yang akan *nge-Syechi* rutinan Yasin Fadzilah.

Tradisi di pesantren perkotaan yang para  santrinya rata-rata sudah berkeluarga itu, membaca Yasin Fadzilah te KK Ebih dahulu. Baru ngaji tafsir jalalain yang diampu oleh *Kyai Wahid Maryanto, asisten Gus Dur dulu, ketika bapak bangsa itu masih yuswo*

Yasin Fadzilah itu merupakan aurot atau wirid yang dibaca setiap malam Selasa dan malam Jumat, sebagai sarana doa yang *Cespleng*. 

Aurot Babul rijki yang banyak santri sudah membuktikan sebagai sarana menangguk ridlo dan rejekiNya,

Mereka ,……para Muslimat serta Fatayat NU, itu setelah mencatat dan merekam lewat henpon Android, beberapa ijazah dan rangkaian wirid. Asma dan hizib, terus ; 

Pada bergiliran menyampaikan keluh- kesah nuansa perjuangan mereka di kota besar Tanggerang. Propinsi Banten yang nempel DKI Jakarta.

Selanjutnya,……sudah pasti terus pada memanfaatkan sudut-sudut indah masjid Sokotunggal yang model Kraton Solo, yang dipenuhi ukiran dan hiasan kaligrafi yang tidak dapat ditemui di kota Jakarta ini. Istilahnya bergaya ala  model, foto-foto. 

Benar,… Gak peduli emak-emak atau bapak-bapak. Manakala ada kesempatan bertemu Kyai itu menjadi kesan tersendiri.

Jika gak boleh disebut melahirkan kesan yang indah. 

setelahnya itu lagu wajib tadi berselfie ria. 

Hahahaha …

 

*Gedibale Gus Dur,  KPG Nuril Arifin WFH MBA

What's your reaction?

Excited
0
Happy
0
In Love
0
Not Sure
0
Silly
0
Santala
Bio Santala 123

    You may also like

    Leave a reply

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *