Selamat Jalan, Bang Haji Ustad Anton Medan
Selamat Jalan, Bang Anton Medan. Semoga Bang Anton diterima disisiNYA. Amin.
Saya tidak akan melupakan semua kenangan bersama Abang sejak pilkada Jakarta hingga terakhir kali, beberapa bulan yang lalu, Abang meminta aku mengantar Abang berobat ke Rumah Sakit Mitra Keluarga Kemayoran.
Aku pun takkan lupa Bang Anton suka memberikan nasihat dan pandangan tentang berorganisasi.
Abang pun kerapkali bercerita tentang asam garam kehidupan.
Abang memang preman. Pembunuh yang sadis. Tetapi, ketika aku kenal Abang, tak terkesan kalau Abang itu mantan preman besar yang juga seorang pembunuh.
Abang beberapa kali mengajak kami mengunjungi para narapidana di Pondok Bambu. Kami kumpulkan uang untuk membeli mesin jahit dll. untuk disumbangkan kepada para narapidana perempuan disana.
Dan setiap bulan Ramadhan Abang pun acapkali berkunjung ke lapas-lapas memberikan ceramah kepada para penghuninya. Abang pun pernah mengajak aku ikut serta berceramah di lapas.
Masih segar di ingatanku. Saat pilkada Jakarta, aku diajak seorang aktivis Lion Club datang ke Pizza Hut Pecenongan. Rupanya di sana sedang ada rapat para pendukung Ahok. Di sebuah meja besar kulihat seorang yang duduk di tengah berbicara dengan semangat, kata-katanya penuh dengan ajakan untuk berbuat kebaikan dan mendukung pemimpin bangsa yang baik dan berkualitas. Rupanya yang berbicara itu adalah Haji Ustad Anton Medan yang nama aslinya Muhammad Ramdhan Effendi. Setelah Ustad Anton Medan selesai berbicara, akupun mengangkat jari meminta waktu untuk bicara. Aku bilang begini waktu itu :
“Setahu saya yang namanya Anton Medan itu adalah penjahat kelas kakap dan seorang pembunuh. Saya dulu sering baca itu di koran-koran. Tetapi, malam ini saya kaget berbaur kagum ternyata yang namanya Anton Medan tidak seperti yang dituliskan di koran-koran itu. Malam ini saya dengarkan kata-katanya begitu penuh ajakan kebaikan.”
Setelah selesai saya berujar. Abang bukannya marah. Tapi, Abang tersenyum dengan bibir melebar. Lalu, Abang memanggil aku duduk di samping Abang. Dan Abang minta difoto. Lalu Abang meraih topi yang sedang kupakai di kepalaku, Abang pindahkan ke kepalanya Abang. Dan kedua foto itu masih kusimpan hingga detik ini. Itulah waktu pertama kali aku mengenal Abang.
Beberapa Minggu kemudian, tiba-tiba seorang pengurus Lion Club, Bu Lola, menelpon aku. Katanya Bang Anton Medan menyuruh aku hadir pada pertemuan di sebuah restoran. Bu Lola bercerita katanya Bang Anton suruh Bu Lola menelpon orang yang pakai topi dan bercelana pendek yang hadir pada pertemuan di Pizza Hut Pecenongan tempo hari.
Aku sejak dulu memang selalu memakai topi dan celana pendek dengan sepatu semi boot.
Selanjutnya, hampir seminggu sekali Bang Anton mengajak saya dan kawan-kawan bertemu. Kadangkala hanya untuk ngopi dan ngobrol yang ringan-ringan, sekadar bercanda, bersenda-gurau. Pertemuan-pertemuan terus berlanjut selewat pilkada. Bang Anton suka ngobrol dan ngopi di cafe dan restoran bersama kawan-kawan.
Pernah sekali waktu Bang Anton memanggilku bertemu di sebuah resto di Pluit Village. Beliau ingin membentuk sebuah organisasi yang diberi nama PERSAUDARAAN MASYARAKAT TIONGHOA (PMT). Bang Anton rupanya sudah mempersiapkan semuanya. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PMT sudah ada. Sebelumnya, sudah ada dua kandidat Ketua Umum tetapi entah kenapa tidak jadi.
Bang Anton kemudian meminta saya menjadi Ketua Umum. Saya tak berani menerima. Saya bilang ketika itu bahwa saya belum pantas jadi ketua umum karena belum berpengalaman. Sebaiknya Bang Anton saja yang jadi ketua umum karena Bang Anton memiliki nama besar untuk membesarkan organisasi itu. Begitu aku menjawab untuk menolak menjadi ketua umum. Akhirnya, saya ditunjuk oleh Bang Anton menjadi Ketua Pelaksana Harian. Organisasi ini kemudian tidak berjalan mulus. Karena kesibukan masing-masing pengurus.
Kemudian, saya dan kawan-kawan membentuk Perkumpulan Barisan Pencinta Pancasila. Saya meminta Bang Anton Medan menjadi Dewan Kehormatan. Saya buatkan Kartu Tanda Anggota (KTA) buat Bang Anton Medan sebagai Dewan Kehormatan. Saya serahkan KTA itu kepada Bang Anton di cafe Jetski Pantai Indah Kapuk. Bang Anton kadang memberi nasihat padaku. Dan, bahkan Bang Anton Medan memperkenalkan aku dengan Nyai Dewi Tanjung di cafe Jetski.
Singkat cerita, di awal pandemik Covid-19, Bang Anton sakit matanya. Kabur pandangannya. Bang Anton telpon minta saya daftarkan ke dokter spesialis mata. Saya pun mendaftarkan Beliau dan saya turut mengantar Bang Anton ke rumah sakit di Kemayoran untuk berobat matanya. Seusai berobat kami sempat makan siang di cafetaria yang ada di dalam rumah sakit. Setelah itu, beberapa bulan saya tak pernah bertemu lagi dengan bang Anton. Tiba-tiba, ada kabar bahwa Bang Anton semakin parah sakitnya. Saya dan kawan-kawan pun berangkat ke rumah Bang Anton di Cibinong. Waktu itu Bang Anton sedang berbaring di tempat tidur. Saya berkata di samping tempat tidurnya : “Bang, aku Andy Tirta datang jenguk Abang….”
Bang Anton cuma bersuara : “Hemmm…”
Di rumah Bang Anton yang luas itu dulunya adalah pesantren. Ada banyak pintu-pintu kamar disana. Dan disana juga dibangun Masjid berarsitektur Tiongkok. Masjid itu terkenal dengan nama Masjid Tan Kok Liong. Tan Kok Liong adalah nama Tionghoanya Bang Anton Medan. Di pekarangan Masjid Tan Kok Liong telah dibuatkan makam tempat peristirahatan terakhir oleh Bang Anton untuk dirinya sendiri.
Selamat Jalan, Bang Haji Ustad Anton Medan….